Hukum di dunia antah berantah

Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang kedua, yaitu mewujudkansupremasi hukum dan pemerintahan yang baik.
Penegakan supremasi hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia secara universal mengalami degradasi. Kondisi tersebut, antara lain, disebabkan banyaknya peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintahan pada masa lalu tidak mencerminkan aspirasi masyarakat dan kebutuhan
pembangunan yang bersendikan hukum agama dan hukum adat. Kurang berperannya pelaksanaan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) juga menyebabkan banyaknya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan mempunyai materi yang saling tumpang tindih satu sama lain serta masih adanya peraturan perundang-undangan yang kurang mencerminkan keadilan.
Hal tersebut juga diikuti dengan tindakan pembatasan keterlibatan kekuasaan rakyat oleh pemerintah untuk ikut berperan serta secara aktif dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang merupakan permasalahan dan sekaligus menjadi tantangan yang akan dihadapi dalam pembangunan hukum. Upaya yang akan dilakukan adalah dengan menyusun dan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat melalui peningkatan peran Prolegnas. Upaya lain adalah menyempurnakan mekanisme penyusunan undang-undang antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Peranan lembaga peradilan dalam mewujudkan peradilan yang mandiri, tidak dipengaruhi oleh pihak mana pun, bersih, dan profesional belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Hal tersebut tidak hanya disebabkan oleh adanya intervensi dari pemerintah dan pengaruh dari pihak lain terhadap putusan pengadilan, tetapi juga karena kualitas, profesionalitas, moral dan akhlak aparat penegak hukum yang masih rendah. Sebagai akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai benteng terakhir untuk
mendapatkan keadilan semakin menurun. Selain itu, lemahnya penegakan hukum juga
disebabkan oleh kinerja aparat penegak hukum lainnya seperti, kepolisian, kejaksaan, dan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang belum menunjukkan sikap yang profesional dan
integritas moral yang tinggi. Kondisi sarana dan prasarana hukum yang sangat diperlukan oleh
aparat penegak hukum juga masih jauh dari memadai sehingga sangat mempengaruhi
pelaksanaan penegakan hukum untuk berperan secara optimal dan sesuai dengan rasa keadilan
di dalam masyarakat. Untuk meningkatkan pemberdayaan terhadap lembaga peradilan dan
lembaga penegak hukum lainnya, peningkatan kualitas dan kemampuan aparat penegak hukum
yang lebih profesional, berintegritas, berkepribadian dan bermoral tinggi perlu dilakukan
perbaikan-perbaikan sistem perekrutan dan promosi aparat penegak hukum, pendidikan dan
pelatihan, serta mekanisme pengawasan yang lebih memberikan peran serta yang besar kepada
masyarakat terhadap perilaku aparat penegak hukum. Upaya lain adalah dengan mengupayakan
III - 1
Page 2
peningkatan kesejahteraan aparat penegak hukum yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan
hidup. Sebagai bagian dari upaya penegakan supremasi hukum, secara kelembagaan posisi
kepolisian dan kejaksaan yang belum mandiri menjadi penyebab tidak berjalannya penegakan
hukum yang efektif, konsisten, dan berkeadilan.
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap hukum disebabkan, antara lain, karena masih
banyaknya kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) yang belum tuntas penyelesaiannya secara hukum. Dalam rangka memulihkan kembali
kepercayaan masyarakat terhadap hukum, upaya yang akan dilakukan adalah dengan
menginventarisasi dan menindaklanjuti secara hukum berbagai kasus KKN dan HAM. Upaya
lain yang akan ditempuh adalah dengan melakukan pemberdayaan terhadap aparat penegak
hukum, khususnya aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Demikian juga
dengan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu merupakan salah satu
prioritas untuk dilaksanakan dalam pembangunan hukum.
Adanya kekerasan horizontal dan vertikal pada dasarnya disebabkan melemahnya
penerapan nilai-nilai budaya dan kesadaran hukum masyarakat yang mengakibatkan rendahnya
kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan timbulnya berbagai tindakan penyalahgunaan
kekuasaan dan penyalahgunaan wewenang. Demikian juga kurangnya sosialisasi peraturan
perundang-undangan baik sebelum maupun sesudah ditetapkan baik kepada masyarakat umum
maupun kepada penyelenggara negara untuk menciptakan persamaan persepsi, seringkali
menimbulkan kesalahpahaman antara masyarakat dengan penyelenggara negara termasuk aparat
penegak hukum. Upaya yang akan dilakukan adalah dengan meningkatkan pemahaman dan
penyadaran hukum di semua lapisan masyarakat terhadap pentingnya hak-hak dan kewajiban
masing-masing individu yang pada akhirnya diharapkan akan membentuk budaya hukum yang
baik.
1.Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran
dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
2.Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan
menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbarui perundang-undangan
warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan
ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.
3.Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan
kebenaran, supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia (HAM).
4.Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum, termasuk
Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat
dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan,
serta pengawasan yang efektif.
5.Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak
mana pun.
7.Mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian
dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.
8.Menyelenggarakan proses peradilan secara cepat, mudah, murah dan terbuka, serta bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan kebenaran.
9.Meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan,
penghormatan, dan penegakan HAM dalam seluruh aspek kehidupan.
10.Menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan HAM yang
belum ditangani secara tuntas.
C.PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

Program Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Program ini bertujuan untuk mendukung upaya-upaya dalam rangka mewujudkan
supremasi hukum terutama penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan warisan
kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Sasaran program ini adalah terciptanya harmonisasi peraturan perundang-undangan yang
sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebutuhan pembangunan.
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) menyusun undang-undang yang mengatur tata
cara penyusunan peraturan perundang-undangan yang membuka kemungkinan untuk
mengakomodasi aspirasi masyarakat dengan tetap mengakui dan menghargai hukum agama dan
hukum adat; (2) menyempurnakan mekanisme hubungan antara pemerintah dan DPR dalam
rangka pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai konsekuensi amendemen Pasal 5
ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945; (3) meningkatkan peran Program Legislasi Nasional
(Prolegnas); (4) menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang mendukung sistem
desentralisasi dalam rangka penguatan masyarakat sipil melalui penyediaan akses informasi
kepada publik dalam proses pengambilan keputusan;
(5) menyempurnakan dan
memperbarui peraturan perundang-undangan untuk mendukung kegiatan perekonomian dalam
menghadapi perdagangan bebas dan perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi
lingkungan hidup serta perlindungan masyarakat setempat; (6) melakukan ratifikasi berbagai
konvensi internasional khususnya yang berkaitan dengan HAM serta yang terkait dengan
perlindungan dan peningkatan hak-hak perempuan dan ketenagakerjaan; (7) meningkatkan
koordinasi dan kerjasama dalam pengembangan dan pemanfaatan penelitian hukum antarinstansi
baik di pusat maupun di daerah, kalangan akademis, lembaga pengkajian dan penelitian hukum,
organisasi profesi hukum, dan lembaga swadaya masyarakat; (8) menyempurnakan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan jasa hukum; serta (9) meningkatkan
kualitas dan kuantitas tenaga perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) pada
masing-masing instansi dan lembaga pemerintah.
Program pemberdayaan lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya
bertujuan untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap peran dan citra
lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan, Kepolisian dan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagai bagian dari upaya mewujudkan supremasi
hukum dengan dukungan hakim dan aparat penegak hukum lainnya yang profesional,
berintegritas, dan bermoral tinggi.
Sasaran program ini adalah terciptanya lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum
lainnya yang mandiri, bebas dari pengaruh penguasa maupun pihak lain, dengan tetap
mempertahankan prinsip cepat, sederhana dan biaya ringan.
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) meningkatkan pengawasan dalam proses
peradilan secara transparan untuk memudahkan partisipasi masyarakat dalam rangka
pengawasan dan pembenahan terhadap sistem manajemen dan administrasi peradilan secara
terpadu; (2) menyusun sistem rekrutmen dan promosi yang lebih ketat dan pengawasan terhadap
proses rekrutmen dan promosi dengan memegang asas kompetensi, transparansi dan partisipasi
baik bagi hakim maupun bagi aparat penegak hukum lainnya; (3) meningkatkan
kesejahteraan hakim dan aparat penegak hukum lainnya seperti Jaksa, Polisi dan PPNS melalui
peningkatan gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya sampai pada tingkat pemenuhan kebutuhan
hidup yang disesuaikan dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab kerja yang diemban; (4)
membentuk Komisi Yudisial atau Dewan Kehormatan Hakim untuk melakukan fungsi
pengawasan. Komisi Yudisial atau Dewan Kehormatan Hakim bersifat independen dengan
keanggotaannya dipilih dari orang-orang yang memiliki integritas yang teruji; (5) menunjang
terciptanya sistem peradilan pidana yang terpadu melalui sinkronisasi peraturan perundang-
undangan yang mengatur tugas dan wewenang hakim dan aparat penegak hukum lainnya,
khususnya antara PPNS dan kepolisian, antara kepolisian dan kejaksaan; (6) memperluas
kewenangan peradilan tata usaha negara (PTUN) sampai ke tingkat kabupaten/kota dan
peningkatan kualitas sumber daya hakim PTUN untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah;
(7) meningkatkan peran advokat dan notaris melalui optimalisasi standar kode etik di
lingkungan masing-masing; (8) menyempurnakan kurikulum di bidang pendidikan hukum guna menghasilkan aparatur hukum yang profesional, berintegritas dan bermoral tinggi; (9)menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan lanjutan di bidang hukum baik gelar maupun non-gelar dengan prioritas pelatihan terutama pada bidang yang terkait dengan hak atas kekayaan ntelektual (intellectual property rights), lingkungan hidup, perancangan kontrak, dan keahlian bernegosiasi serta bidang-bidang lain yang terkait dalam rangka mendukung pemulihan di bidang ekonomi; (10) memperluas kewenangan pengadilan niaga, meningkatkan pengetahuan dan wawasan hakim pengadilan niaga dan meningkatkan jumlah hakim ad-hoc pengadilan niaga baik yang berasal dari hakim karier maupun yang bukan hakim karier; (11) meningkatkan kualitas hakim dalam melakukan penemuan hukum baru melalui putusan-putusan pengadilan (yurisprudensi) yang digunakan sebagai dasar pertimbangan hukum, yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum di lingkungan peradilan; (12) meningkatkan pembinaan terhadap integritas moral, sikap, perilaku, dan memberdayakan kemampuan dan keterampilan aparat penegak hukum, hususnya aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan secara intensif dalam penanganan kasus KKN dan pelanggaran HAM, sehingga dapat dihindari penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan terhadap jalannya proses pengadilan; (13)mengurangi beban penyelesaian perkara yang tertunggak di Mahkamah Agung; (14)melakukan pengalokasian jumlah hakim yang berimbang di daerah melalui pemetaan serta pendataan jumlah perkara pada tiap wilayah pengadilan sehingga dapat ditetapkan jumlah hakimyang akan itempatkan pada wilayah tersebut; (15) mengembangkan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan atau yang disebut Alternative Dispute Resolution (ADR)
dan dengan memperbaiki upaya perdamaian di dalam pengadilan, dengan mengembangkan
court-connected ADR; (16) meningkatkan mekanisme pertangungjawaban lembaga pengadilan
kepada publik, kemudahan akses masyarakat untuk memperoleh putusan pengadilan dan
publikasi mengenai ada/ atau tidaknya perbedaan pendapat di antara para anggota majelis hakim (dissenting opinion) terhadap setiap pengambilan putusan; (17) meningkatkan peranan Mahkamah Agung dalam rangka hak uji materiil peraturan perundang-undangan (judicial review) di bawah undang-undang; (18) meningkatkan dukungan berbagai sarana dan prasarana di bidang hukum terutama untuk pengadilan, kejaksaan, kepolisian, lembaga pemasyarakatan,rumah tahanan negara, balai emasyarakatan, rumah penyimpanan barang sitaan negara,pembinaan keterampilan bagi warga binaan, dan pelayanan jasa hukum lainnya; (19)meningkatkan profesionalisme dan pelayanan masyarakat oleh lembaga kepolisian, dengan menambah jumlah personel aparat kepolisian sesuai dengan perbandingan jumlah penduduk;
(20) meningkatkan peran Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi (SJDI) hukum dan
perpustakaan hukum dengan memanfaatkan kemajuan iptek dan meningkatkan sumber daya
manusia pendukungnya, termasuk sistem jaringan informasi; (21) melakukan pembinaan
pemasyarakatan baik pembinaan di dalam maupun di luar lembaga pemasyarakatan, agar bekas warga binaan dapat kembali hidup normal di dalam masyarakat; (22) meningkatkan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu, terutama di daerah-daerah terpencil; (23)meningkatkan kualitas pelayanan jasa hukum di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI),badan hukum, kewarganegaraan dan keimigrasian; serta (24) meningkatkan penegakan hukum di bidang keimigrasian berupa pengawasan terhadap lalu lintas orang asing yang masuk dan keluar Indonesia.

Sasaran program ini adalah semakin meningkatnya jumlah masyarakat dan aparat
penyelenggara negara yang sadar terhadap hak dan kewajibannya serta semakin meningkatnya
tingkat partisipasi masyarakat dalam berbagai proses perumusan kebijakan pembangunan.
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) melakukan pemetaan permasalahan hukum
dalam rangka menerapkan materi, metode, dan pendekatan dialogis yang tepat sasaran;
(2) menggunakan nilai-nilai budaya luhur daerah sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan penyadaran hukum; (3) merumuskan pendekatan penyadaran hukum yang lebih demokratis melalui pendekatan dialogis antara instansi/lembaga pemerintah dan lembaga kemasyarakatan yang memfasilitasi penyadaran hukum dengan masyarakat untuk mengembangkan kesadaran dan peran serta mereka terhadap hukum dan sistem penegakannya; (4) meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengaktualisasikan hak serta melaksanakan kewajiban masyarakat sebagai warga negara sekaligus dalam rangka membentuk budaya hukum bagi masyarakat dan aparat penyelenggara negara; serta (5) meningkatkan penggunaan media komunikasi yang lebih modern dalam rangka pencapaian sasaran penyadaran hukum di berbagai lapisan masyarakat.

0 komentar:

Post a Comment