TELAAH KRITIS PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG
1. | Dinamika demokrasi di Indonesia menunjukkan perkembangan yang luar biasa dilihat dari perspektif pelaksanaan demokrasi selama ini dalam sejarah kontemporer bangsa. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan Pemilu 2004 yang lalu, untuk pertama kalinya: (i) rakyat tidak hanya memilih Partai Politik, tetapi juga memilih langsung wakil-wakilnya; dan (ii) rakyat memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya rakyat juga akan memilih langsung kepala daerah masing-masing sebagai bentuk implementasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun sasaran agenda nasional Pilkada, terutama sebagai berikut: |
| |
| |
| |
| |
| |
| |
2. | Dengan dilaksanakannya Pilkada secara langsung, proses politik yang semula didominasi oleh wakil-wakil rakyat di DPRD berubah menjadi dominasi rakyat yang berdaulat. Tidak ada lagi sumbat politik, dan sistem yang ada memungkinkan warga masyarakat dari berbagai lapisan dan golongan dapat mengungkapkan aspirasinya secara konstitusional. Hak politik rakyat dengan demikian telah diberdayakan sekaligus sebagai wujud penghormatan terhadap HAM. Pemilihan KDH dan Wakil KDH merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota. |
3. | Indonesia telah memasuki babak baru politik dengan perubahan yang sangat signifikan, dan sedang terjadi proses belajar berdemokrasi dari kekuatan-kekuatan utama demokrasi, yakni pemerintah, parlemen, masyarakat, pers, dan dunia usaha. Dalam kaitan ini masyarakat, khususnya organisasi-organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan dapat berperan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat dan melakukan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan di bidang politik, termasuk pemerintahan daerah. Di samping itu organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan dapat berperan untuk mendorong terciptanya situasi yang kondusif selama penyelenggaraan Pilkada, baik pada masa persiapan maupun pada pelaksanaan Pilkada. Organisasi-organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan juga dapat berperan untuk menemukan dan mengungkapkan berbagai permasalahan yang terjadi selama penyelenggaraan Pilkada. Tidak kurang pentingnya peran ormas untuk mencegah berkembangnya potensi konflik, termasuk mencegah terjadinya fragmentasi dalam masyarakat. |
4. | Salah satu konsekuensi aplikasi kebijakan otonomi daerah sebagai respon terhadap berdemokrasi adalah munculnya dampak kecenderungan meningkatnya tensi politik dan potensi eskalasi konflik sosial, baik horizontal maupun vertikal, diperburuk dengan minimnya pengalaman empirik bangsa ini dalam berdemokrasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat rasionalitas politik bangsa Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk mengelola dan melaksanakan demokrasi. Hal ini terutama disebabkan oleh penjajahan Belanda terhadap bangsa Indonesia selama ratusan tahun, dan menempatkan anak-anak bangsa dalam keterbelakangan dan kemiskinan, sehingga masih meninggalkan warisan masalah di bidang sosial-budaya. |
5. | Dalam kaitan itu, untuk menyelamatkan perjalanan demokrasi di Indonesia diperlukan sosialisasi budaya berdemokrasi dan peningkatan kualitas demokrasi yang sudah ada dewasa ini. Upaya-upaya yang layak dilaksanakan terutama: (i) penyeberluasan pemahaman nilai-nilai demokrasi; (ii) pembentukan masyarakat madani yang berkualitas; (iii) perbaikan kapasitas anggota DPRD; dan (iv) peningkatan kapasitas aparatur pemerintah. Pilkada merupakan bentuk aplikasi demokrasi, dan hajatan ini merupakan kegiatan politik, yang notabene merupakan bagian dari penataan Negara (state building). Jika euphoria berdemokrasi, termasuk menyelenggarakan Pilkada, hanya terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan yang secara normatif melaksanakan ketentuan perundang-undangan politik semata (paket UU di bidang politik dan juga UU No. 32 tahun 2004, termasuk PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian KDH dan Wakil KDH), maka dikhawatirkan rasa persatuan sebagai bangsa bisa mengendor. Untuk itulah pentingnya pemahaman mengenai utamanya memperkuat nation and character building, bahkan inilah yang lebih penting. Sebagaimana dimaklumi berbicara mengenai Negara bangsa, seharusnya dilihat dari 3 (tiga) aspek, yakni aspek socio-psikologis yang menyebabkan bangsa ini terbentuk (nation building); aspek socio-cultural yang bersisi nilai-nilai yang mendasari kokohnya eksistensi bangsa, yakni Pancasila sebagai filosofische grondslag (character building); dan aspek sosio-politik yang merupakan bentuk penataan Negara. |
6. | Perilaku demokrasi masyarakat terbentuk jika anggota masyarakat memahami sistem nilai yang berada di dalam demokrasi. Dewasa ini dunia sedang didominasi demokrasi ala "Barat" sebagai konsekuensi berakhirnya Perang Dingin dengan "Barat" sebagai pemenang, dan semakin tersisihnya demokrasi ala sosialisme. Dominasi demokrasi ala liberalisme dalam kehidupan dunia inilah yang membuat Fukuyama (1989) berkesimpulan "akhir dari sejarah" evolusi ideologi umat manusia. Sistem nilai yang berada di balik demokrasi yang dipengaruhi ideologi "Barat" seperti itu menurut Held (1987) terdiri dari kompetisi, partisipasi, dan kebebasan, yang pada gilirannya diharapkan dapat menata masyarakat yang menjunjung tinggi tertib sosial. Dalam konteks Negara bangsa yang berideologi Pancasila dan dalam situasi peradaban seperti yang kita rasakan bersama, tentunya nilai-nilai demokrasi tersebut perlu ditambah dengan nilai-nilai spiritual, manusiawi/menghormati HAM, menjaga persatuan bangsa, menjunjung tinggi supremasi hukum, bahkan menjaga mutu/kelestarian lingkungan hidup. |
7. | Menurut Chandoake (1995), demokrasi mensyaratkan adanya masyarakat kewargaan (civil society), masyarakat madani yang mandiri dan berkualitas, yakni masyarakat yang sadar untuk terwujudnya tata tertib sosial dan secara volunteer ikut berpartisipasi mewujudkannya, serta berpartisipasi mencegah berkembangnya cara-cara kekerasan dalam mensikapi permasalahan. Civil society mengedepankan cara-cara damai, berdialog, bernegosiasi dalam rangka mencari solusi terbaik dengan diwarnai argumentasi yang obyektif dan argumentasi tersebut diterima secara luas. Ciri-ciri kelompok masyarakat yang seperti itu, utamanya: (i) memiliki daya kritis dengan modal pengetahuan yang memadai; (ii) berkinerja secara positip dengan mencermati proses penyusunan kebijakan-kebijakan publik dan kebijakan publik yang dihasilkan, terutama yang berlangsung di dalam lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif; dan (iii) dapat berfungsi sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat (Berger & Neuhaus, 1977). |
8. | Salah satu tahapan penting dari proses demokrasi adalah terbentuknya parlemen sebagai institusi politik yang diberi label wakil rakyat. Peningkatan kapasitas lembaga legislatif oleh karenanya sangat diperlukan, terutama agar mereka yang terhormat itu benar-benar menyuarakan kepentingan masyarakat luas, bukan kepentingan partai atau fraksinya. Dalam kaitannya dengan Pilkadasung, DPRD diharapakan semakin dewasa rasionalitas politiknya, sehingga proses pencalonan KDH yang melalui lembaga ini tidak dijadikan ajang memperjuangkan kepentingan sempit dan sesaat, tetapi demi berhasilnya mengajukan calon-calon KDH yang kredibel, akseptabel, dan kapabel. Tahun lalu Departemen Dalam Negeri telah menyelenggarakan pembekalan anggota DPRD untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai perkembangan politik dalam negeri, wawasan kebangsaan dalam rangka memperkuat komitmen berbangsa dan bernegara; dan kebijakan otonomi daerah; serta etika beradu argumentasi. Peningkatan kapasitas anggota DPRD yang diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri terutama agar keberadaan mereka juga memperoleh legitimasi sosial, karena kredibilitasnya dan kemanfaatannya. |
9. | Peningkatan kapasitas aparatur Pemerintah juga sangat menentukan dalam rangka percepatan upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu mesin birokrasi publik perlu diawaki oleh tenaga-tenaga yang bermoral dan professional, sehingga dapat mendukung implementasi kebijakan-kebijakan pimpinan eksekutif, termasuk KDH, secara cermat, professional, akuntabel, dan memihak kepentingan masyarakat luas (netral). KDH terpilih sebagai wujud aspirasi masyarakat luas, dan kepentingan masyarakat luas juga merupakan concern aparatur pemerintah. Profesionalisme aparatur pemerintah dengan demikian akan dapat mencegah lahirnya kebijakan-kebijakan publik yang tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat luas atau bahkan mungkin manipulasi kepentingan masyarakat. |
10. | Bangsa Indonesia dalam rangka demokratisasi telah sepakat untuk melakukan reformasi struktural yang berimplikasi pada perubahan sistem ketatanegaraan kita (melalui Amandemen DUD 1945 s/d yang ke 4 kalinya), dan juga reformasi instrumental yang berimplikasi pada berubahnya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah (dengan diterbitkannya UU No. 32 Tahun 2004). Kesuksesan mengelola demokrasi, termasuk mengawal jalannya demokrasi di Indonesia akan sangat menentukan perjalanan sejarah bangsa. Kekisruhan dalam penyelenggaraannya akan sangat mengganggu ketahanan dan integritas bangsa. Untuk itu marilah kita satukan tekad untuk menjadi generasi pembaharu yang akan dikenang reputasinya karena berhasil menjadi pioneer untuk menyukseskan pelaksanaan Pilkadasung yang pertama kali dilaksanakan dalam perjalanan sejarah demokrasi di Indonesia. Diharapkan kita berhasil untuk memilih KDH-KDH yang bersikap proaktif menyerap aspirasi masyarakat, melindungi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat luas, tanpa menunggu masalah muncul ke permukaan dan kemudian bersikap reaktif. |
11. | Problematika yang mungkin muncul dalam tahapan persiapan penyelenggaraan Pilkada (kesiapan penyelenggara, KPUD) dan kerawanan-kerawanan berada di sekitar Pilkada (seperti isu putra daerah, etnis, money politic, kampanye terselubung, benturan massa) perlu diantisipasi sejak dini. Kepadatan dan bentangan kegiatan penyelenggaraan Pilkada dalam tahun 2005 ini harus disikapi secara arif, bukan hanya masalah baru pertama kali hajatan nasional ini dilaksanakan, tetapi pada tahun 2005 ini akan diselenggarakan Pilkada di 226 Daerah, yang meliputi 11 Provinsi, 180 Kabupaten, dan 35 Kota2. Dalam kaitan ini diharapkan kontribusi ormas dan OKP sebagai bagian komponen penyelesaian masalah untuk ikut meningkatkan kesiapan pengamanan dan mengefektifkan berbagai forum komunikasi dalam rangka mencegah munculnya potensi fragmentasi masyarakat dan menggalang situasi agar kondusif untuk munculnya sikap berdemokrasi yang dewasa. |
0 komentar:
Post a Comment